Minggu, 23 Oktober 2016

PENYIMPANGAN DALAM PROYEK PEMBANGUNAN

PENYIMPANGAN DALAM PROYEK PEMBANGUNAN

SEKITAR PERTANGGUNG JAWABAN ATAS PENYIMPANGAN DALAM PROYEK PEMBANGUNAN

Proyek Pembangunan  merupakan perbuatan hukum yag dilakukan oleh orang atau badan usaha atas dasar kesepakatan atau perjanjian (kontrak) dalam suatu waktu dan tempat tertentu, melaksanakan atau mengerjakan sesuatu kegiatan untuk meyelesaiakan suatu bangunan  fisik atau mengadakan suatu barang tertentu atau jasa tertentu yang dibutuhkan oleh suatu pengguna barang/jasa (instansi pemerintah).

Bahwa penyimpangan dimaksud adalah dalam kategori normal dalam artian batas toleransi masih dimungkinkan baik dari segi moral-etik maupun normatif, sedangkan penyimpangan tidak normal dimaksud adalah baik dari segi moral-etik maupun normatif tidak memungkinkan adanya batas toleransi yang justru sebaliknya memungkinkan penghukuman  pidana (punishmen) oleh lembaga peradilan.
Bahwa di satu segi, penyelenggaraan atau pelaksanaan suatu proyek, khususnya pembangunan fisik berupa bangunan gedung, maka terdapat tiga pihak perancang dan perekayasa bangunan yaitu : Kontraktor Perencana, kontraktor Pelaksana dan kontraktor Pengawas, yang masing-masing diharapkan secara sinergi dan profesional juga transparan serta responsibility dalam melaksanakan kegiatannya untuk mencapai tujuan akhir yang sama, yaitu berdirinya bangunan tertentu yang layak uji teknik maupun kelayakan pembiayaan. sedangkan di lain segi, instansi pemeerintah sebagai pengguna barang/jasa, diharapkan untuk dapat mengendalikan administrasi dan pembiayaan sesuai peraturan dan kebijakan yang berlaku.

Bahwa dalam ketetuan pasal 25 sampai dengan pasal 27, Undang Undang No. 18 Tahu 1999 Tentang Jasa Konstruksi, telah mengharuskan ketiga pihak yaitu : Perencana, Pelaksana maupun Pengawas Proyek bertanggungjawab atas kegagalan bangunan proyek, dan untuk mengganti kerugian akibatnya, namun kegagalan bangunan proyek dimaksudkan justru adalah terpisah dalam arti jika kesalahan terletak pada aspek perencana maka pihak pelaksana dan pengawas tidak sama sekali dapat dibebankan tanggungjawab tsb. selanjutnya dalam ketentuan pasal 31, Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan jasa konstruksi jungto Peraturan Pemerintah No.59 Tahun 2010, menyatakan bahwa kegagalan bangunan atau kegagalan pekerjaan konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan spesipikasi pekerjaan sebagaimana dalam kontrak kerja konstruksi, baik sebagian maupun seluruhnya akibat kesalahan pengguna jasa konstruksi atau pengguna jasa konstruksi.sedangkan maksud ketentuan pasal 32, Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan jasa konstruksi jungto Peraturan Pemerintah No.59 Tahun 2010, adalah justru membebaskan pihak kontraktor Perencana atas tanggungjawab untuk ganti rugi akibat kegagalan pekerjaan konstruksi, apabila kesalahan terletak pada perbuatan hukum oleh pihak pengguna jasa dan pelaksana serta pengawas. juga sebaliknya membebaskan pihak kontraktor Pelaksana proyek atas tanggungjawab untuk ganti rugi akibat kegagalan pekerjaan konstruksi, apabila kesalahan terletak pada perbuatan hukum oleh pihak pengguna jasa dan Perencana serta Pengawas, juga sebaliknya  membebaskan pihak Pengawas atas tanggungjawab untuk ganti rugi akibat kegagalan pekerjaan konstruksi, apabila kesalahan terletak pada perbuatan hukum oleh pihak pengguna jasa dan perencana serta kontraktor Pelaksana proyek pembangunan tersebut.
Dalam kaitan tsb, masih terdapat pihak yang secara fungsional administratif sering menjadi fokus soal pengendalian pertanggungjawaban pekerjaan proyek pembangunan yaitu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang secara berjenjang adaalah berkedudukan sebagai salah satu aparat pelaksana yang bertanggungjawab kepada pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran dalam proyek pembangunan tsb, yang menurut maksud ketentuan pasal 9 ayat (5) Peraturan Presiden No.8 Tahu 2006 Tentang perubahan ke-empat Keputusan Presiden No.80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan barang dan Jasa Pemerintah, jungto Peraturan Presiden No.54 Tahun 2010 jungto Peraturan Presiden No.35 tahun 2011 jungto Peraturan Presiden No.70 Tahun 2012, antara lain menyatakan bahwa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bertanggungjawab secara administrasi, teknis, keuangan dan fungsional atas pelaksanaan pengadaan barang atau jasa pemerintah.


Bahwa  tidak selalu berbanding lurus (simetris) antara kegagalan pekerjaan konstruksi dengan kerugian yang diakibatkan perubahan kontrak pekerjaan konstruksi, karena dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi dimungkinkan adanya perubahan kontrak (addendum). justru maksud ketentuan dalam  pasal 87 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden No.54 Tahun 2010 jungto Peraturan Presiden No.35 tahun 2011 jungto Peraturan Presiden No.70 Tahun 2012, telah membolehkan pihak penyedia jasa konstruksi bersama PPK untuk melakukan perubahan kontrak dalam hal kondisi lapangan pada saat pelaksanaan pekerjaan dengan gambar dan spesipikasi teknis yang ditentukan dalam kontrak awal menghendaki adanya penyesuaian antara lain : menambah atau mengurangi jenis atau volume pekerjaan termasuk meprubah spesipikasi teknis pekerjaan sesuai kebutuhan di lapangan, bahkan untuk mengubah jadwal waktu pelaksanaan pekerjaan. dengan ketentuan untuk pekerjaan tambhan pekerjaan atau volume atau spesipikasi tembahan tidak melampaui 10 % (sepuluh persen) dari  harga dalam kontrak awal, juga ketersediaandana.
           
            Dalam kaitan perubahan kontrak pekerjaan tsb, secara analogi pasal 87 ayat (2) Peraturan Presiden tsb, tidak mutlak sebagai suatu persyaratan, sebab kondisi lapangan pekerjaan memungkinkan terlampauinya jumlah 10% harga dalam kontrak awal, apalagi jika kenyataan terjadi perubahan harga setempat yang juga sudah berbeda selisih lebih dari harga patokan yang berlaku saat terjadinya perubahan kondisi lapangan pekerjaan konstruksi (waktu kemudian), apalagi jika kenyataan masih tersediannya penggunaan anggaran proyek ybs.sehingga perubahan kontrak pekerjaan dalam arti penambahan item pekerjaan (adendum kontrak) sepanjang dijustifikasi oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK proyek pembagunan tsb, dan selama masih tersedia anggaran proyek tsb, adalah tidak adil dan tidak proporsional menggap sebagai penyimpangan tidak normal apalagi dengan tuduhan terjadi peristiwa pidana khusus korupsi, dalam proyek pembangunan tsb. dengan kata lain adalah tidak mudah menganggap terjadi tindak pidana korupsi dalam pelaksaan pekerjaan suatu proyek pembnagunan (pekerjaan konstruksi) selama ketentuan undang undang dan peraturan pemerintah serta peraturan presiden terkait, tidak ditafsirkan secara sempit hanya meliputi perubahan kontrak, tanpa menimbang persoalan sistem atau mekanisme pelaksanaan anggaran maupun sistem dan mekanisme pekerjaan konstruksiitusendiri.

Bahwa segi pertanggungjawaban kesalahan oleh ke empat pihak yang disebutkan di atas, seharusnya adalah  tanggungjawab kolektif dalam arti juridis administratif, namun bukan dalam segi teknik dan keuangan, apabila hal itu dihadapkan atas tuntutan hukum pidana khusus (tindak pidana korupsi).oleh kaenanya adalah proporsional dan adil jika pertanggungjawaban dimaksud adalah secara personalia tersendiri atau berdiri sendiri-sendiri. namun hal tsb, tidak serta merta berati semua kesalahan tertuju langsungsemata mata atau hanya kepada pihak kontraktor Pelaksana, Pengawas, Perencana maupun PPK.

Kesimpulan :
            Bahwa resiko tanggug jawab ganti rugi maupun tuntutan pidana khusus korupsi lebih dominan atau cenderung merupakan tanggungjawab personil pribadi masing-masing sendiri-sendiri, dalam kaitan peristiwa hukum kegagalan pekerjaan konstruksi atau pelaksanaan proyek pembangunan, namun tidak mudah menganggap adanya suatu kejadian tindak pidana korupsi selama perubahan kontrak pekerjaan konstruksi tidak ditafsirkan secara sempit hanya sebatas sah tidaknya perubahan kontrak pekerjaan konstruksi.


ANALISIS KONTRAK KERJA

ANALISIS KONTRAK KERJA

Contoh surat kontrak kerja

SURAT PERJANJIAN KONTRAK KERJA

Pada hari ini, Kamis tanggal enam September tahun dua ribu sembilan, yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Eko Arifin
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Dukuh Kupang Jaya VII-A / 17 Surabaya
bertindak sebagai pemilik rumah yang dalam hal ini disebut sebagai PIHAK PERTAMA
Nama : Yudi Darmanto
Pekerjaan : Kontraktor
Alamat : Jl. Sumatra III No. 7D Surabaya
bertindak sebagai kontraktor yang dalam hal ini disebut sebagai PIHAK KEDUA
Dengan ini kedua belah pihak menyatakan untuk saling mengikat diri mengadakan perjanjian kerja untuk pembangunan rumah untuk selanjutnya diatur dengan syarat dan ketentuan sebagai berikut.
Pasal 1
Macam dan Tempat Pekerjaan
PIHAK PERTAMA memberikan tugas pada PIHAK KEDUA untuk melaksanakan pembangunan rumah yang berlokasi di Jl. Panglima Polim 1-A No. 3 Surabaya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan spesifikasi teknis dan gambar terlampir yang telah disetujui oleh kedua belah pihak.
Pasal 2
Waktu Pelaksanaan Pekerjaan
Pekerjaan seperti yang tersebut dalam pasal 1 akan dimulai pada hari senin, 14 September 2009 dan harus diselesaikan dalam waktu maksimal 180 (seratus delapan puluh) hari kerja.
Pasal 3
Pelaksanaan Pekerjaan
1.PIHAK KEDUA harus mulai melaksanakan pekerjaan sesuai tanggal yang ditetapkan bersama dan tidak dibenarkan melakukan penyimpangan atau pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan bersama.
2.PIHAK KEDUA harus bekerja berdasarkan data-data yanglengkap dan tidak diperkenankan memutuskan sendiri perkara-perkara yang ada di luar gambar kerja (bestek) dan Rancangan Anggaran Biaya (RAB).
3.PIHAK PERTAMA harus memberikan detail spesifikasi material bangunan yang dianggap perlu apabila belum tertera di gambar kerja maupun RAB.
Pasal 4
Biaya Pelaksanaan
Biaya pelaksanaan pekerjaan untuk proyak rumah tinggal tersebut adalah sebesar Rp. 562.500.000,- (Lima Ratus Enam Puluh Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah), untuk 1 (satu) unit bangunan. Harga borongan tersebut sudah mencakup bahan material, upah pekerja, keuntungan kontraktor dan tidak termasuk Pajak-pajak serta biaya perijinan.
Pasal 5
Prosedur Penagihan dan Pembayaran
Prosedur pembayaran PIHAK PERTAMA pada PIHAK KEDUA sesuai dalam pasal 4 akan dilakukan secara bertahap sesuai 6 (enam) termin yang disepakati bersama sebagai berikut.
a.Termin I (satu)
Dibayarkan sebagai uang muka saat penandatanganan kontrak ini yaitu sebesar 20% dari nilai pelaksanaan (pasal 4)
20% x Rp. 562.500.000,- = Rp. 112.500.000,-
b.Termin II (dua)
Dibayarkan setelah seluruh pekerjaan pondasi selesai dan sudah memulai pekerjaan pasangan dinding batu bata dan urugan lantai, sebesar 20%.
20% x Rp. 562.500.000,- = Rp. 112.500.000,-
c.Termin III (tiga)
Dibayarkan setelah pemasangan dinding batu bata dan plesteran dinding selesai lalu atap
sedang dikerjakan, sebesar 20%.
20% x Rp. 562.500.000,- = Rp. 112.500.000,-
d.Termin IV (empat)
Dibayarkan setelah pekerjaan atap selesai dan mulai mengerjakan pekerjaan pemasangan plafon, dan acian dinding mulai dikerjan, sebesar 20%.
20% x Rp. 562.500.000,- = Rp. 112.500.000,-
e.Termin V (lima)
Dibayarkan setelah pekerjaan pemasangan lantai dan pengecatan sedang dilakukan, sebesar 15%.
15% x Rp. 562.500.000,- = Rp. 84.375.000,-
f.Termin VI (enam)
Dibayarkan pada saat seluruh pekerjaan selesai 100%, setelah habis masa pemeliharaan selama 3 (tiga) bulan sesuai dengan pasal 6, sebesar 5% dari nilai pekerjaan.
5% x Rp. 562.500.000,- = Rp. 28.125.000,-
Pasal 6
Masa Pemeliharaan
1.Masa pemeliharaan untuk setiap pekerjaan ditentukan selama 3 (tiga) bulan, sejak berita acara serah terima pekerjaan ditandatangani
2.Pada saat berakhirnya masa pemeliharaan tersebut, kedua belah pihak akan menandatangani berita acara serah terima yang kedua dan dianggap sebagai serah terima pekerjaan yang terakhir.
3.Serah terima pekerjaan dilakukan oleh PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA.
Pasal 7
Pekerjaan Tambah Kurang
1.Jika di kemudian hari dalam proses pelaksanaan konstruksi terdapat pekerjaan tambah dan pekerjaan kurang akibat perubahan spesifikasi material bangunan atau gambar kerja, maka hal tersebut akan diatur dalam addendum tersendiri.
2.Setiap pekerjaan tambah atau kurang harus melalui dan dari PIHAK PERTAMA
3.Pekerjaan tambah atau kurang yang melalui PIHAK KEDUA akibat masalah teknis, harus diberitahukan pada PIHAK PERTAMA.
4.PIHAK PERTAMA berhak tidak menyetujui, membongkar dan tidak mengganti biaya apabila terdapat pekerjaan tambah yang dilakukan PIHAK KEDUA tanpa sepengetahuan PIHAK PERTAMA.
Pasal 8
Pengawas Lapangan
1.Sebagai pengawas pekerjaan akan dilakukan langsung oleh PIHAK PERTAMA atau orang yang ditunjuk dan diberi kuasa oleh PIHAK KEDUA dan diberitahukan secara tertulis kepada PIHAK PERTAMA.
2.PIHAK PERTAMA berhak sewaktu-waktu mendatangi, mengawasi, memeriksa pekerjaan ataupun menanyakan kepada setiap pekerja lapangan (tukang atau mandor) yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut.
3.PIHAK KEDUA harus bersedia jika diminta mendampingi oleh PIHAK PERTAMA dalam pengawasan pekerjaan di lokasi proyek.
Pasal 9
Sub Kontraktor
Keseluruhan pekerjaan merupakan tanggung jawab PIHAK KEDUA sepenuhnya, oleh karena itu tidak diperkenankan memberikan pekerjaan tersebut kepada PIHAK KETIGA atau orang lain di luar Surat Perjanjian Kontrak Kerja ini.
Pasal 10
Force Mejeur
1.Yang dimaksud keadaan Force Majeur adalah berbagai keadaan yang mengganggu kelancaran pelaksanaan proyek seperti:
a.Bencana alam (gempa bumi, tanah longsor, angin topan, banjir, kebakaran, dll) yang bisa menyebabkan terganggunya jalannya proses konstruksi.
b.Kebijaksanaan pemerintah di bidang moneter (devaluasi) atau kenaikan harga BBM yang mengakibatkan proyek tersebut terganggu secara teknis maupun anggaran biaya.
c.Peperangan atau huru-hara yang mengakibatkan proyek tidak bisa dilanjutkan.
2.PIHAK KEDUA harus memberitahukan pada PIHAK PERTAMA tentang gangguan yang dimaksud beserta kendala dan akibat yang ditimbulkan paling lambat 2 x 24 jam terhitung sejak peristiwa tersebut terjadi, jika tidak maka akan dianggap tidak terjadi force majeur.
3.Jika terjadi force majeur, PIHAK KEDUA harus memberikan itikad baik mengenai kelanjutan proyek.
Dalam keadaan yang disebutkan dalam pasal 1, maka kedua belah pihak bisa bermusyawarah untuk kesepakatan dalam memutuskan keberlanjutan proyek.
Pasal 11
Sanksi – Sanksi
1.Apabila PIHAK KEDUA tidak sanggup memenuhi kesepakatan yang tercantum pada pasal 2 yaitu waktu pelaksanaan melebihi waktu yang disepakati bersama (180 hari), maka PIHAK PERTAMA berhak mengklaim 1% dari nilai kontrak untuk setiap hari keterlambatan. 2.Keterlambatan pelaksanaan proyek dapat ditolerir apabila terjadi force majeur sesuai pasal 10 ayat 1. 3.Apabila kualitas pekerjaan yang dilaksanakan PIHAK KEDUA tidak sesuai dengan spesifikasi gambar kerja dan RAB, maka PIHAK PERTAMA berhak menunda pembayaran termin sampai kesepakatan lebih lanjut atau berhak memutuskan secara sepihak Surat Perjanjian Kontrak Kerja ini. 4.Apabila PIHAK PERTAMA lalai atau terlambat membayar termin kepada PIHAK KEDUA atas pekerjaan yang sesuai prosedur yang benar, maka PIHAK KEDUA berhak secara sepihak menghentikan jalannya proyek dengan sepengetahuan PIHAK PERTAMA (secara tertulis) sampai batas waktu yang ditentukan.
5.Sehubungan dengan ketentuan pada ayat 3 di atas, maka PIHAK PERTAMA mempunyai hak secara penuh untuk mencari dan menggunakan kontraktor lain untuk menggantikan pekerjaan PIHAK KEDUA dengan memberitahukannya terlebih dahulu.
Pasal 12
Kewajiban Pihak Kedua
1.PIHAK KEDUA berkewajiban melaksanakan pekerjaan sesuai dengan spesifikasi yang telah tercantum pada gambar kerja dan RAB yang sudah disepakati bersama.
2.PIHAK KEDUA bisa mendatangkan/ menambah tenaga kerja tanpa sepengetahuan PIHAK PERTAMA jika jadwal pelaksanaan sudah cenderung terlambat dari jadwal yang sudah disepakati bersama.
Pasal 13
Perselisihan Jika dalam menjalankan Surat Perjanjian Kontrak Kerja ini terdapat perselisihan atau perbedaan pendapat, maka kedua belah pihak akan menempuh jalan musyawarah mufakat. Apabila tidak tercapai, maka dapat dilimpahkan ke instansi yang berwenang.
Pasal 14
Penutup
1.Jika terdapat hal-hal penting yang belum diatur dalam Surat Perjanjian Kontrak Kerja ini, maka kedua belah pihak secara mufakat akan menetapkan kemudian hari.
2.Demikian Surat Perjanjian Kontrak Kerja ini dibuat dengan rangkap 2 (dua) bermaterai dan ditandatangani untuk masing-masing pihak dan merupakan surat perjanjian yang mengikat dan sah di mata hukum.

Surabaya, 6 September 2009

PIHAK PERTAMA                                                                    PIHAK KEDUA
Eko Arifin Yudi Darmanto                                                         Pemilik Rumah Kontraktor





Analisis

            Pada kontrak kerja tidak tercantumkan biaya pajak dari bangunan yang akan didirikan dan tidak adanya kontrak hari kerja dan waktu yang disepakati.   


Sumber :